Islam adalah agama yang diturunkan Allah melalui
Muhammad SAW, kepada seluruh umat manusia. Ajaran Islam menyangkut masalah
keimanan (aqidah) dan aturan (syari’ah), juga fikrah (ide) dan thariqah (jalan
untuk melaksanakan fikrah) disampaikan kepada Nabi melalui wahyu yang tertuang
dalam Al-Quran dan As-Sunnah. Berbagai hal yang termasuk masalah aqidah, baik
yang terdapat pada ayat tentang alam semesta (sains, kisah, atau pun pada ayat
yang khusus berbicara masalah keimanan secara langsung, harus diimani secara
mutlak. Ini menentukan muslim tidaknya seseorang. Buah dari iman adalah
ketundukannya pada syari’at dan tidak aman kecuali ia menerima syari’at. Maka,
syari’at yang mengatur semua sendi kehidupan manusia, baik dalam kehidupan
individu maupun komunal, harus dilaksanakan.
Inti ajaran Islam adalah tauhid. Secara normatif diyakini
bahwa Islam adalah agama pembawa rahmat. Allah menurunkan agama demi kebaikan
hidup makhlukNya. Dengan dilaksanakannya syari’at, otomatis akan terbentuk
suatu masyarakat, dengan sebuah peradaban yaitu peradaban yang tauhid.
Karakteristik Peradaban Islam
Jelas sekali bahwa Islam bukanlah agama dengan
segepok teori dan ilusi kosong tanpa kenyataan. Islam sebagai agama telah ada
sejak 1400 tahun silam, dan sebagai mabda’ telah terwujud secara faktual sebagai
realitas historis selama berabad-abad di berbagai wilayah. Karakteristik
peradaban Islam yang khas di antaranya:
1. Tauhid
Ini
ciri utama, sekaligus pembeda dari peradaban manapun di dunia, termasuk
peradaban sekuler yang ditegakkan atas dasar materialisme sekarang ini. Dengan
bimbingan wahyu, didorong kekuatan ruhiyah yang muncul dari imannya kepada
Allah, Rasulullah memulai kerja besarnya, menegakkan sebuah peradaban di kota Makkah
yang jahiliyyah. Jelaslah bahwa awal
motif tegaknya peradaban Islam bukanlah materialism ataupun rasionalisme,
melainkan tauhid yang diwujudkan dalam kerangka penghambaan kepada Allah
demi menggapai mardlatillah.
2. Daya Pengaruh
Memang
awal dakwah Islam berjalan lambat, Makkah jahiliyyah agaknya terlalu berat
menerima ajakan Rasul. Tiga tahun pertama hanya 40 orang yang turut serta dalam
barisan Rasulullah. Sepuluh tahun kemudian, saat hijrah ke Madinah jumlah kaum
muslimin pun hanya sekitar 1400 orang. Tapi setelah hijrah, kaum muslimin
berkembang menjadi sekitar 10 juta orang di akhir hayat nabi. Mereka hidup di
suatu wilayah, yang semula kecil, hingga menguasai seluruh Jazirah Arab, yang
luasnya empat kali lebih besar dari wilayah gabungan Perancis dan Jerman
sekarang.
3. Dalam Daulah Islamiyyah
Sebuah
peradaban tidak akan terwujud kecuali dalam sebuah masyarakat. Dan masyarakat,
demikian Sidi Ghazalba dalam buku Masjid mengatakan, juga tidak akan terwujud
kecuali dalam sebuah Negara. Maka, sepakat semua pemikir muslim bahwa Madinah
adalah Negara Islam yang pertama dan apa yang dilakukan oleh Rasulullah setelah
hijrah dari Makkah ke Madinah adalah memimpin masyarakat Islam dan memerankan
dirinya bukan hanya sebagai rasul namun juga sebagai kepala Negara Islam
Madinah.
Islam
tidak hanya mengatur hubungan antar manusia dengan tuhannya tapi juga hubungan
antar manusia serta mengatur manusia itu sendiri agar dia menjadi pribadi yang
shaleh.
Di bidang pemerintahan, sebagai kepala
pemerintahan Rasulullah mengangkat beberapa sahabat untuk menjalankan beberapa
fungsi yang diperlukan agar manajemen pengaturan masyarakat berjalan dengan
baik. Rasul mengangkat Abu Bakar dan Umar bin Khattab sebagai wazir (pembantu). Juga mengangkat
beberapa sahabat sebagai wali memimpin wilayah Islam, diantaranya Muadz bin
Jabal sebagai wali sekaligus sebagai qadli
di Yaman. Dalam beberapa peperangan Rasulullah juga mengangkat panglima tentara
Islam. Rasul mengangkat Zaid bin Haritsah sebagai panglima dalam perang Mut’ah
perang pertama melawan adikuasa dunia.
Di bidang militer, terlihat Rasulullah
memimpin langsung beberapa peperangan dan mengatur beberapa strategi
sebagaimana dalam perang Uhud. Pada kesempatan lain, bila pendapat sahabat
benar Beliau pun tak segan-segan mengikuti saran para sahabat tersebut.
Sebagai
kepala Negara pun Rasulullah melaksanakan hubungan dengan Negara-negara lain
dan menurut Muhammad Tahir Azhari, rasulullah mengirim sekitar 30 buah surat
kepada kepala Negara lain. Tidak hanya surat, Rasulullah pun mengirimkan
sahabat sebagai duta Negara seperti Hubail bin Amr.
4. Masyarakat Plural
Tidak
bias dipungkiri bahwa kondisi masyarakat pada masa Rasulullah apalagi masa
sekarang berada pada kondisi sangat plural. Mereka (warga masyarakat yang bukan
muslim) disebut ahlu dzimmah mendapatkan
beberapa hak, diantaranya yaitu: hak perlindungan, nyawa dan badan, terhadap harta,
kehormatan, hari tua dan kemiskinan, dan menjalankan agamanya masing-masing.
5. Kemajuan Material
Islam
bukanlah agama keruhanian belaka, namun tetap juga memperhatikan kemajemukan
manajerial. Sebagai kepala Negara, Rasulullah menyadari betul arti pentingnya
pengembangan SDM, yaitu manusia yang tangguh, yakni penanaman aqidah dan
ketaatannya pada syari’at Islam. Meskipun demikian, tidak berarti Rasulullah
mengabaikan penguasaan ilmu kehidupan, seperti misalnya perintah Rasul untuk
menuntuk ilmu dalam hadistnya yang terkenal, yaitu “Menuntut ilmu wajib bagi tiap muslim, walaupun sempai ke negeri Cina”.
6. Minimnya Maksiat
Dengan
tiga pilar penopang, yakni taqwa individu, pengawasan masyarakat dan
pelaksanaan oleh Negara. Hukum Islam berhasil ditegakkan dengan kokoh. Dengan
taqwa seorang muslim dengan kedudukan apapun ia memiliki dorongan kuat untuk
melaksanakan hokum Islam. Kontrol masyarakat dan pelaksanaan hukum oleh Negara merupakan
cermin dari ketawaan individu tersebut, ketika ia sebagai anggota masyarakat
atau pejabat Negara. Dengan cara ini, kebaikan akan berkembang dan kemaksiatan
pun berhasil ditekan.
7. Ketahanan Tinggi
Bagi
seorang muslim, melaksanakan aturan Islam adalah bagian tak terpisahkan dari
taqwanya kepada Allah. Bila peradaban Islam adalah rangkaian jalin menjalin
dari pelaksanaan hukum Islam dalam berbagai aspeknya, maka seorang muslim yang
bertaqwa akan memandang penegakan peradaban Islam merupakan tugas utama agama.
Maka ia akan berusaha menegakkan atau mempertahankan. Setelah runtuhnya
Khilafah Utsmani 1924, peradaban Islam runtuh. Secara paksa diterapkan system selain
Islam atas kaum muslimin. Tetapi upaya ini tidak berhasil. Kalaupun berhasil,
pasti harus dilakukan susah payah disertai dengan kekuatan senjata (seperti
yang terjadi di Turki juga di Uni Sovyet). Itupun ternyata tidak mampu
memindahkan agama mereka serta menghilangkan akar sejarah kaum muslimin
sepenuhnya. Terbukti, kendati umat Islam di Azerbaijian misalnya hidup di dalam
system komunis dan selama itu mereka mengalami penindasan, ternyata mereka
tetap muslim.
No comments:
Post a Comment